22 Juni 2008

Blue Ocean

Persoalan yang selalu menarik adalah saat kita berkompetisi di industri yang tergolong komoditas. Salah satu jalan yang mujarab adalah menawarkan harga yang lebih murah untuk menarik pelanggan. Faktanya bisa saja berbeda.
Penelitian yang dipublikasikan oleh The McKinsey Quarterly Vol. 4/2000 menunjukkan, 70% pembelian justru dipengaruhi faktor non harga. Komoditas tentu saja bukan hanya dilihat dari segi sifat produk. Kalau semua pemain menawarkan hal yang sama, industri tersebut juga menjadi komoditas.
Hal yang sama juga terjadi pada industri sirkus. Permainan sirkus sebenarnya dari segi sifat produk tidak tergolong komoditas. Namun, karena banyaknya penyelenggara sirkus yang menawarkan atraksi yang sama, akhirnya terjadilah komoditasasi. Sirkus yang beberapa dekade lalu masih menarik ditonton baik oleh anak-anak maupun orang dewasa akhirnya menjadi komoditas juga. Sebab, atraksi yang ditampilkan beberapa penyelenggara sirkus selalu sama, dari jenis atraksinya, binatang yang digunakan hingga kostum.
Di Kanada terdapat grup sirkus bernama Cirque du Soleil yang berdiri tahun 1984 di Quebec. Grup sirkus ini telah berhasil menghibur 30 juta penonton di lebih dari 130 kota di seluruh dunia dan bahkan mempekerjakan 3.000 karyawan dari 40 negara. Grup sirkus ini menjadi perusahaan hiburan yang tergolong raksasa di industrinya. Hal itu tentu tidaklah gampang di tengah komoditasasi industri sirkus. Coba perhatikan industri sirkus saat ini. Atraksi yang ditampilkan sangat konvensional dengan tampilan yang itu-itu saja. Kalaupun ada perbaikan, biasanya dengan menampilkan binatang atau alat atraksi yang baru. Hal seperti ini justru menaikkan biaya tanpa dapat menaikkan pendapatan dengan signifikan. Belum lagi, semua pemain menawarkan hal sama, yang akhirnya menciptakan komoditas.
Tak seperti sirkus tradisional lainnya yang terjebak komoditas dan akhirnya harus banting harga, Cirque du Soleil justru berani tampil beda. Mereka mencoba menampilkan atraksi sirkus bagaikan tontonan film yang memiliki skenario, jalan cerita, artis dan musik. Sehingga, panggung sirkus berubah menjadi panggung teater yang dapat dinikmati siapa saja Cirque du Soleil bahkan memiliki banyak koleksi jalan cerita yang ditampilkan di berbagai tempat yang berbeda.
Karenanya, penonton tidak bosan. Hal ini sangat berbeda dari atraksi sirkus tradisional yang hanya layak ditonton sekali karena berikutnya pasti sama sehingga membosankan. Cirque du Soleil bahkan menampilkan atraksi tari-tarian yang terinspirasi dari balet. Atraksi sirkus yang menggabungkan kelenturan pemainnya, indahnya tarian balet dan bagusnya jalan cerita suatu teater akhirnya malah meningkatkan permintaan (demand) terhadap Cirque du Soleil dan menghindarkannya dari jebakan komoditas dan perang harga.
Apa yang dilakukan Cirque du Soleil sejalan dengan hasil penelitian The McKinsey Quarterly. Penelitian menunjukkan, hanya 30% pembelian yang ditentukan berdasarkan harga, dan sisanya justru banyak dipengaruhi kualitas produk dan layanan.
Jika kita terjebak dalam perang harga di industri komoditas, sebenarnya kita sedang menciptakan ladang pembantaian untuk diri kita sendiri yang disebut Chan Kim dan Mauborgne sebagai ” red ocean”.
Para pemain, terutama di industri komoditas, perlu menciptakan pasar yang lebih indah yang mereka sebut sebagai ”blue oceanâ€.
Industri pelumas, apalagi pelumas industri, juga menjadi tantangan tersendiri. Di tengah hilangnya proteksi dan semakin tingginya tingkat kompetisi, perlu cara untuk keluar dari jebakan perang di red ocean dan menciptakan blue ocean.
Ini dapat menghindarkan kita dari jebakan perang harga. Juga, akhirnya, dapat menciptakan permintaan untuk kita sendiri, dan tidak hanya tergantung pada permintaan industri.
Senin, 13 Juni 2005
Oleh : Hermawan Kertajaya
(swa)

Tidak ada komentar:

Merebut Masa Depan

Masa depan sukses pasti menjadi impian setiap orang, berbagai cara diupayakan untuk mencapainya. Standard tentunya sudah ditentukan lebih a...