21 Juli 2008

Sikap Menghadapi Problematika Hidup

Keluarga sakinah terbentuk bukan karena kosongnya kesulitan, ujian, dan problematika hidup. Tapi, ia terbentuk karena sikap dan cara menyikapinya dengan benar yang menghampirinya. Adanya problematika hidup menyebabkan manusia dapat memaknai arti sebuah jalan keluar yang diambilnya. Dan agar manusia kreatif dalam mencari, menemukan keputusan yang tepat sebagai jalan keluar bagi problematika hidupnya.


Problematika hidup (dalam kelurga) merupakan sebuah keniscayaan dalam nuansa fluktuatif kehidupan manusia. Keberadaannya membikin hidup lebih hidup. Tidak membosankan. Bukankah watak manusia selalu bosan dengan kondisi realita yang tidak berubah.


Artinya bukan kita bermaksud menantang problematika hidup untuk datang, tapi lebih didasarkan agar kita bisa bersikap positif dan benar dalam menghadapinya.


Untuk itu, setiap kita yang ingin membentuk tatanan keluarga sakinah
harus mempersiapkan diri sedari awal berupa kemampuan
menghadapi berbagai problema kehidupan.
Sosok demikian, tidak lain merupakan wujud dari manusia saleh.


Dalam Islam digambarkan didikan dari manusia saleh ini adalah
manusia yang memiliki ketakwaan yang senantiasa mengabdi
kepada Tuhannya dan berpegang teguh pada petunjuk Tuhannya.
Di samping itu, ia juga yakin akan tujuan kehidupannya
hanya semata-mata mengabdi kepada Allah.


Sosok manusia saleh, diungkap Dr. Syamsul Bahri Andi Galigo,
dalam Alquran dan Peningkatan Kwalitas Manusia,
adalah manusia yang berakhlakul karimah, lahir dan batin,
menjadi percontohan dalam kehidupannya dan mudah memberi pengaruh
kepada orang lain dan sulit untuk dipengaruhi
karena landasan moralnya berupa hidayah Allah
sudah menjadi prinsip dalam kehidupannya
(QS. Al-Baqarah [2]: 38).


Totalitas sosok manusia saleh dapat kita temukan dan tercermin
pada diri Rasulullah saw. Itulah sebabnya selaku umat Islam,
mengapa kita harus menjadikan
Nabi Saw sebagai uswah (suri teladan)
bagi mereka yang ingin mendapat ridha-Nya.


Lagian dalam Alquran ditegaskan ada beberapa ciri manusia saleh ini,
yaitu memiliki iman, amal saleh, selalu berpesan mempertahankan
kebenaran dan tabah menghadapi problematika hidup.


Menurut Ibrahim al-Wazir, dalam Iman dan Amal Saleh
diungkapkan bahwa iman dan amal saleh tidak bisa dipisahkan
dalam kenyataan hidup, karena iman laksana dynamo pada mesin,
sedang amal saleh adalah manfaat yang diperoleh dari mesin itu
akibat pengaruh dynamo tersebut.


Mempertahankan kebenaran adalah hak asasi setiap manusia
yang terpendam di dalam hati sanubari,
maksudnya setiap orang cinta kebenaran,
namun didalam kehidupan ini terkadang
manusia membohongi dirinya sendiri.
oleh karena itulah mempertahankan suatu kebenaran
apalagi kebenaran dari Yang Maha Kuasa
jelas menunjukkan sifat mulia yang tidak pernah luput
pada diri seorang manusia saleh.


Sabar dalam Hidup

Hidup di dunia ada kalanya kesulitan datang dan
ada pula kenikmatan yang menghapiri kita.
Ia datang bisa silih berganti.
Untuk itu, kita diajarkan oleh Rasulullah
menyikapinya dengan sabar dan syukur.
Bersabar bila ada kesulitan
dan bersyukur ketika kenikmatan datang kepada kita.
Konsep dasar inilah yang harus kita tanamkan dalam setiap anggota keluarga kita.


Hakikat sikap sabar, tidak lain tahan menderita
terhadap sesuatu yang tidak disenangi hati
dan perasan dengan penuh kesadaran sambil tawakkal kepada Allah.
Ingat, tugas kita dalam hidup ini hanya luruskan niat
dan sempurnakan ikhtiar.


Oleh karena itu, tidaklah disebut sabar
apabila menahan dirinya itu disebabkan keterpaksaan atau dipaksa.
Tepatnya, sabar termasuk satu kesatuan jiwa yang dapat menentukan sikap.
Sehingga sikap sabar bagi kehidupan kelurga
adalah dengan memposisikan setiap problematika hidupnya
sebagai proses pendewasaan kwalitas kehidupan yang penuh arti dan bermakna.


Pada tatanan yang lebih dasar,
sabar merupakan sikap yang memancar dari dalam hati,
yang tegak di atas penyerahan diri sambil memohon pertolongan kepada Allah Swt.
“Wahai orang-orang beriman,
mintalah pertolongan dengan sabar dan dengan shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 153).


Agar sabar yang kita bangun lebih maksimal,
maka sudah seharusnya kita mengetahui beberapa tingkatan sabar ini.


Pertama,
sabar dalam arti mampu menahan diri dari berbuat maksiat,
dosa dan segala bentuk kejahatan dan keburukan
(baca: QS. Az-Zumar [39]: 10).


Kedua,
sabar dalam arti menerima segala mcm musibah yang menimpa
atau ditimpakan oleh Allah sambil berusaha mencari jalan keluarnya.


Ketiga,
sabar dalam arti tidak memberikan reaksi balik terhadap segala macam fitnah,
isu maupun sikap jahat dan perlakuan negatif dari orang lain
yang diarahkan kepada dirinya karena dikhawtirkan akan menambah buruknya suasana.


Keempat,
sabar dalam arti mendoakan kebaikan atas orang yang melakukan tindakan
atau sikap jahat seperti sabarnya para ulul azmi
(orang-orang yang mempunyai keteguhan hati),
sambil tawakkal kepada Allah.


Akhirnya, apapun kesulitan dan kesengsaran dalam problemtika hidup
yang menimpa tatanan keluarga kita,
maka harus disikapi dengan sabar.
Sabar bukan berarti diam, tidak boleh menangis, dan sedih.
Tapi, sabar yang lahir dari sikap menerima problematika hidup
sebagai bagian dari takdir.
Sehingga ia akan menjadi ketenangan yang melindungi
dari penyesalan yang tak berujung.


Wallahu’alam.***

Posted By
Arda Dinata
at 7/21/2008 08:17:00

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Wah banyak juga koleksi tulisanmu! COba deh rapikan blog mu, he.he..eh (dwi)

Merebut Masa Depan

Masa depan sukses pasti menjadi impian setiap orang, berbagai cara diupayakan untuk mencapainya. Standard tentunya sudah ditentukan lebih a...